Indonesia Tarik Dubes dari Arab Saudi

Pemerintah Indonesia akhirnya bereaksi atas hukuman pancung terhadap Ruyati binti Satubi. Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menarik pulang untuk sementara waktu Dubes Indonesia di Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur.

”Beliau (Dubes RI di Arab Saudi) sudah ditarik untuk konsultasi dengan Kementerian,” ujar Menlu Marty Natalegawa saat rapat kerja dengan Komisi I DPR di Jakarta, kemarin. Marty mengungkapkan,pemanggilan terhadap Gatot dilakukan untuk pemeriksaan. Selain itu, pemerintah juga akan mengevaluasi secara menyeluruh soal perlindungan TKI di Arab Saudi.

Ruyati binti Satubi, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Bekasi, Jawa Barat,dihukum pancung di Mekkah, Arab Saudi, Sabtu (18/6), lantaran membunuh Khairiyah Majlad,istri majikannya. Eksekusi terhadap Ruyati menuai kecaman dari banyak kalangan.Mereka menilai perlindungan TKI oleh Pemerintah Indonesia lemah.

Marty mengatakan,Kemlu juga memanggil Dubes Arab Saudi di Indonesia, Abdurrahman Mohammad Amin Al- Khayyat. Pemanggilan Dubes Arab Saudi itu sekaligus untuk memberikan nota protes Pemerintah Indonesia atas perlakuan Pemerintahan Arab Saudi. Dalam pertemuan kemarin, Dubes Al-Khayyat tidak bisa menjelaskan sikap pemerintahnya tersebut.

Dia hanya berjanji akan menyampaikan keberatan Indonesia kepada Pemerintah Arab Saudi. “Dubes (Al-Khayyat) belum bisa memberi penjelasan (sikap Arab Saudi), tapi dia akan meneruskan sikap Pemerintah Indonesia. Dubes juga mengatakan bahwa ke depan, pemerintahannya akan mengupayakan agar kasus seperti Ruyati tidak terulang kembali,” tutur juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu),Michael Tene, tadi malam.

Kepada Al-Khayyat,Kemlu juga menyampaikan kecaman dan keberatan kepada Arab Saudi baik secara lisan maupun tulisan. Indonesia menilai, pelaksanaan hukuman mati terhadap Ruyati mengabaikan praktik-praktik hukum internasional.

Sementara itu,Wakil Ketua DPR Pramono Anung menilai, Menakertrans Muhaimin Iskandar, Menlu Marty Natalegawa, dan Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat harus bertanggung jawab atas berbagai persoalan yang menimpa TKI di luar negeri. Terlepas dari kesalahan yang dilakukan TKI di luar negeri, pemerintah tetaplah harus melakukan upaya perlindungan dan pembelaan secara maksimal demi mengurangi hukuman.

“Ini kan yang terjadi mereka yaitu Menakertrans, Menlu, dan BNP2TKI seperti lepas tanggung jawab. Kita bahkan mengetahui eksekusi Ruyati karena dipersoalkan oleh Migrant Care. Kalau tidak,mungkin kita tidak akan mengetahuinya karena pemerintah juga diam,”kata Pramono Anung.

Pramono mengimbau menteri terkait untuk secara ksatria mengakui kelemahannya dan meminta maaf ke masyarakat. Dia membandingkan dengan upaya perlindungan tenaga kerja yang dilakukan negaranegara lain ketika warga negaranya terancam hukuman mati. “Bahkan kalau di Jepang, menteri yang salah dan terbukti tidak maksimal kinerjanya pasti sudah dengan legawa dan ksatria mengundurkan diri,”tandasnya.

Protes lebih keras disampaikan anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN), Teguh Juwarno. Dia malah menuntut Menlu Marty Natalegawa mundur dari jabatannya jika tidak mau mencopot Dubes RI di Arab Saudi. ”Saya meminta Pak Menlu bersikap ksatria, berniat mengundurkan diri atau mencopot Dubes RI di Arab Saudi,”ungkapnya.

Menakertrans Muhaimin Iskandar mengaku telah menginstruksikan Kepala BNP2TKI, M Jumhur Hidayat, agar memastikan hak-hak almarhumah Ruyati dapat terpenuhi, termasuk asuransi.“BNP2TKI akan bekerja sama dan berkoordinasi dengan KBRI dan KJRI untuk terus memantau para TKI lain yang terancam hukuman mati,”imbuhnya.

Jumhur Hidayat mengaku telah menghimpun dana Rp97,325 juta untuk diserahkan kepada keluarga almarhumah Ruyati.Dana tersebut merupakan pembayaran klaim asuransi untuk ahli waris almarhumah berikut uang duka dari perusahaan asuransi TKI, PT Mitra Dana Sejahtera, masing- masing Rp45 juta dan Rp20 juta.

Ditambah uang duka dari PT Dasa Graha Utama, perusahaan jasa TKI yang menempatkan almarhumah sebesar Rp10 juta, serta penggantian tujuh bulan gaji Ruyati yang belum dibayar Rp12,325 juta. Selain itu,tambah Jumhur,terdapat juga santunan dari BNP2TKI dan Kemenakertrans dengan total Rp10 juta.

Pascahukuman mati terhadap Ruyati, sejumlah kalangan mendesak agar ada moratorium total pengiriman TKI ke Arab Saudi lantaran negara itu tidak mengindahkan perlindungan tenaga migran. Anggota Komisi IX DPR Riski Sadiq mengatakan, Tim Khusus Penanganan TKI yang dibentuk DPR sudah lama meminta agar ada moratorium total ke Saudi.

Moratorium kembali mencuat setelah ada tim khusus ke Saudi untuk menangani TKI yang overstaybeberapa waktu lalu. Riski mengatakan,keputusan moratorium tersebut akan dibahas dan diputuskan pada rapat paripurna DPR hari ini, Selasa (21/6).“Kami harap besok (rapat paripurna) keputusan moratorium dapat diputuskan sebagai keputusan politik lembaga legislatif,”ucapnya.

Analisis Kebijakan Migrant Care,Wahyu Susilo, berpendapat sama.Menurutnya,jika ada negara penempatan yang tidak menaati kebijakan perlindungan tenaga kerja, moratorium total harus segera dilaksanakan.“ Seharusnya pemerintah pandai memilih negara mana saja yang dapat ditempati TKI. Negara-negara yang menyetujui perlindungan kerja melalui Konvensi ILO itu kan bisa menjadi tujuan,”paparnya.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo menilai, moratorium TKI tidak akan mengganggu perekonomian nasional. Indonesia harus mulai hanya mengirim TKI yang memiliki keahlian, khususnya tenaga kerja wanita. “Apakah tidak mungkin kita membatasi pengiriman tenaga kerja Indonesia yang wanita,tentu yang di sektor tenaga kerja yang lebih berkeahlian,”ujarnya.

Moratorium telah dilakukan negara-negara lain seperti India, Pakistan, dan Bangladesh, sehingga pada akhirnya tenaga kerja pria dari negaranegara tersebut lebih banyak. Adapun khusus tenaga kerja wanita, kapasitas dan kemampuannya harus ditingkatkan dan sistemnya diperbaiki.

Di bagian lain,Menlu Marty Natalegawa memaparkan, secara keseluruhan sejak 1999 hingga saat ini terdapat 303 WNI yang terancam hukuman mati di sejumlah negara. Dari angka itu, beberapa di antaranya sudah masuk vonis dan lainnya masih dalam proses di pengadilan.

Dari 303 WNI itu, tiga dieksekusi, termasuk Ruyati.Adapun yang masih dalam proses pengadilan 216 WNI. Selebihnya mendapat keringanan hukum 55 kasus, dan yang berhasil dibebaskan atau dipulangkan 29 kasus. Pemerintah, kata Marty, tetap akan berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan pembelaan terhadap semua WNI di luar negeri.

”Bagi kami, satu orang pun saudara kita, jadi bila dihukum mati, kita tidak bisa terima. Itu yang kita sesalkan,”ucapnya. Demi membenahi perlindungan WNI, Marty mengungkapkan, Kemlu berencana membentuk tim terpadu untuk membahas permasalahan yang dihadapi para WNI di luar negeri.

Tim tersebut akan melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, penegak hukum, dan DPR.Tim terpadu ini juga akan bekerja melakukan upaya semaksimal mungkin demi mengurangi hukuman mati terhadap para WNI.

Tidak ada komentar: