Tragedi Ruyati Tampar Pemerintah

Hukuman pancung yang menimpa Ruyati binti Satubi di Arab Saudi mendapatkan perhatian besar dari berbagai elemen masyarakat. Kasus ini membuktikan jika pemerintah kecolongan dan lemah dalam diplomasi perlindungan TKI di luar negeri. Tragedi pancung Ruyati adalah tamparan keras bagi pemerintah yang selalu mendengung-dengunkan komitmen perlindungan buruh migran.

Karena itu, pemerintah diminta tidak lempar tanggung jawab, dan saling menyalahkan  dalam kasus Ruyati, sehingga kasus serupa tidak terulang lagi. Kanapa dan bagaimana cerita tragis pahlawan devisa ini terus berulang, berikut petikan wawancara singkat okezone dengan Direktur Wahid Institute, Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid alias Yenny Wahid mengatakan di Acara Tahlil Massal untuk Ruyati di depan Istana, Jakarta, Senin (20/6/2011) malam.

Kenapa pemerintah tidak mengetahui tentangeksekusi Ruyati?
Menurut saya, itu mengelabui fakta, kenapaEen Nuraini anaknya bu Ruyati sendiri itu sudah tahu kasus ibunya dari bulan Januari, lalu kemudian dia berkeliling ke satu departemen ke departemen lainnya. Dari Depnakertrans, BNP2TKI, dan Kemenlu untuk menanyakan nasib ibunya. Ternyata tidak ada respons dari Januari sampai Juni, tidak ada tindakan apa-apa sama sekali dari pemerintah. Kalau pemerintah mengatakan baru sekarang mendengar mengenai eksekusi, maka perlu pertanyakan mengapa ada kebuntuan informasi.

Kelemahnya pemerintah dimana?

Ada beberapa kelemahan, yang pertama koordinasi antarinstansi, kedua kelemahan sharing informasi antara instansi-instansi tersebut. Ketiga, kelemahan niat untuk melindungi warga negara dan tidak ada keseriusan. Kalau semua dilakukan secara serius saya percaya kasus ini akan tuntas minimal tidak kocolongan, enggak tahu kalau eksekusi sudah dilakukan, kalau memang serius mendampingi Ruyati.

Kenapa pada zaman Gus Dur, Indonesia bisa menyelamatkan TKI yang terancam hukuman mati?
Kita memang mengatakan kalau hukum di Arab Saudi luar biasa susah ditembus dan lain sebagiannya. Tapi pada zamannya Gus Dur dulu beliau berhasil melakukan high diplomasi atau diplomasi tingkat tinggi langsung melobi antarkepala negara sehingga dapat menyelamatkan Siti Zainab dari ancaman hukuman mati. Jadi memang sudah ada preseden bisa kok kita kalau mau serius. Kalau pemerintah mau serius bisa diupayakan untuk menyelamatkan anak bangsa yang nasibnya sedang terancam.

Ada kesan laporan yang diterima Presiden soal TKI yang bagus-bagus saja?
Saya prihatin dengan laporan-laporan yang diberikan oleh anak buah presiden. Pada presiden sendiri, saya melihat bahwa presiden ini hanya diakali saja oleh anak buahnya. Karena, hanya diberikan laporan yang bagus-bagus. Jadi dikatakan bahwa presiden ketika memberikan pidato di konferensi ILO mengatakan Indonesia sedang meratafikasi 8 konvensi internasional mengenai buruh dan perlindungan terhadap TKI. Ratifikasi itu sendiri tidak ada di Zaman SBY, itu contoh paling gampang saja bahwa informasinya tidak konkret dan presiden mengatakan sudah ada mekanisme dan regulasi untuk mengatasi berbagai macam masalah yang menimpa tenaga kerja kita, dan belum sampai seminggu sudah ada perkara seperti ini. Artinya, presiden kan diakalin oleh anak buahnya.

Menakertrans Muhaimin Iskandar tak memberikan tanggapan mengenai kasus ini, pendapat Anda?
Memang yang dibutuhkan bukannya komentar melainkan tindakan nyata. Jadi kiat memohon para pejabat tidak saling melampar tanggung jawab, kita melihat Menakertrans menyatakan ini tanggung jawab BNP2TKI dan BNP2TKI melampar kalau hubungannya dengan luar negeri itu Kemenlu sebenarnya siapa yang mau tanggung jawab? Ketika satu nyawa sudah menghilang, siapa yang tanggung jawab kalau sudah begini. Padahal semua judulnya pejabat-pejabat itu terutama Kemenkertrans dan BNP2TKI judul departementnya atau judul kementriannya adalah sebuah badan yang
mengurusi tenaga kerja, kok sekarang lempar-lemparan. Jadi buat kita berhentilah saling menyalahkan, berhentilah saling melempar tanggung jawab. Paling penting sekarang sudah kita semuanya fokus bersatu padu urusin nasib anak bangsa masih banyak ada sekitar hampir 400 TKI yang sekarang terancam hukuman mati, juga di banyak negara.

Terkait kasus ini apakah Anda setuju dengan pencopotan Cak Imin sebagai Menakertrans?
Saya enggak mau komentar yang kayak gitu-gitu. Tapi semua pejabat harus tanggung jawab karena ini sudah menyangkut nyawa manusia. Jabatan itu mungkin di mata publik hanya sekadar jabatan, tetapi di mata Tuhan ini sudah pertanggung jawaban yang luar biasa. Kita berharap semua pejabat publik mengedepankan nurani mereka dalam mengelola masing-masing kerjaannya. Jangan ada lagi korban. Seharusnya pejabat publik ya malu dengan kondisi seperti ini. Cak Imin harus melakukan introspeksi bahwa kebijakan-kebijakannya maupun keseriusannya dalam menangani perkara TKI ini terbukti sudah gagal.

Ketika masih ada 28 TKI yang terancam hukuman pancung, Pemerintah seolah-olah kelabakan. Anda melihatnya seperti apa?
Makanya ini terlihat ada kegagapan pemerintah seolah-olah tidak tahu-menahu masalah seperti ini. Padahal, ini jelas-jelas tugas pemerintah untuk lebih tahu dari masyarakat biasa. Lebih tahu dari LSM, pemerintah punya infrastruktur, pemerintah punya jaringan dan punya kemampuan yang sangat kuat untuk mendapatkan informasi langsung. Tapi nyatanya sekarang justru LSM-nya yang banyak mengungkap masalah ini. 

Jadi bentuk perlindungan seperti apa yang harus dilakukan pemerintah terhadap TKI?

Contoh paling gampang saja, TKI itu membayar Rp400 ribu per orang untuk asuransi kesehatan. Itu kemana uangnya? Ketika ada masalah apakah pernah mereka diberikan konvensasi. Pernah enggak mereka diberikan bantuan ketika mereka dalam masalah. Itu yang membuat saya bertanya besar.

Tidak ada komentar: