FAM Unair menilai, rezim SBY I membiarkan kejahatan kemanusian Lapindo akibat pengeboran dari sumur eksplorasi Banjar Panji 1 milik Lapindo. Akibatnya, sekitar 70.000 kepala keluarga (KK) di 16 desa tenggelam. Warga korban lumpur banyak yang menghirup gas beracun.
"Di tengah hiruk-pikuk klaim pemerintah yang membanggakan bahwa kemiskinan telah menurun. Ternyata, melalui kacamata kasus Lapindo saja sudah terjawab, bagaimana kemiskinan masih terus-menerus menghinggapi negeri ini. Masyarakat kehilangan pekerjaan, lahan pertanian, rumah, perkampungan hilang ditelan lumpur. Pendidikan
anak-anak korban lumpur pun menjadi semakin tidak jelas nasibnya," ujar Humas FAM Unair, M Rissalah kepada wartawan di sela-sela aksinya di depan gedung negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Minggu (29/5/2011).
Ia menambahkan, rezim SBy telah membodohi rakyat Indonesia, karena tetap melindungi Lapindo yang jelas-jelas bersalah, dari pada membela rakyat Porong yang telah 5 tahun menderita.
"Mungkin SBY, Bakrie dan juga pejabat tinggi di negeri ini belum pernah dan tidak akan pernah merasakan penderitaan panjang korban Lapindo," tegasnya.
Dalam peringatan 5 tahun kejahatan lumpur panas Lapindo, FAM Unair menyatakan sikap yakni pertama, mendukung perjuangan rakyat Sidoarjo korban lumpur panas Lapindo untuk mendapatkan ganti untung yang layak dari PT Minarak Lapindo. Kedua, mendesakpemerintah menolak rencana baru pengeboran eksplorasi Lapindo di Sidoarjo, karena keselamatan warga Sidoarjo harus lebih diutamakan.
"Ketiga, mendeka pemerintah membawa kasus Lumpur Lapindo ini ke pengadilan dan lapindo harus bertanggungjawab atas akibat yang ditimbulkannya," jelasnya.
Selain melakukan orasi, peserta aksi juga membentangkan berbagai poster diantaranya bertuliskan "Lumpur lapindo muncrat, rakyat mlarat sekarat kiamat', "Kami butuh keadilan', '5 tahun warga Porong menderita' dan berbagai poster lainnya. Mereka juga menggelar teatrikal yang menggambarkan penderitaan warga korban lumpur Lapindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar