Pagi ini, suasana di halaman Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sama ramainya dengan Sabtu (13/8/2011), malam, lalu. Ratusan wartawan berkerumun menunggu kedatangan sosok yang menjadi pusat pemberitaan media massa dalam beberapa bulan ini, Muhammad Nazaruddin (33).
Pekan lalu, dengan celana dan jaket jeans, serta muka kusut, mantan Bendahara Partai Demokrat ini masuk ke Gedung KPK setelah perjalanan jauh dari Kolombia, tempatnya ditangkap Interpol. Saat itu, pria kelahiran 26 Agustus 1978 ini menjalani pemeriksaan awal. Kini, Nazaruddin tampil lebih kelimis dengan balutan kemeja warna biru dan berkerah putih. Cambangnya pun telah dicukur.
Tiba di KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (18/8/2011), pukul 10.45 WIB, Nazaruddin diperiksa sebagai tersangka kasus suap Wisma Atlet SEA Games, Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel). Ia dikawal ketat oleh tiga personel Brimob. Adik kandungnya, yang sama-sama berkarir di Partai Demokrat, M Nasir, serta sejumlah pengacara dari kantor OC Kaligis, ikut mendampingi.
"Tolong istri dan anak saya jangan diganggu," ucap Nazaruddin, yang masuk ke KPK dengan wajah selalu tertunduk.
Tiga jam berlalu. Sekitar pukul 13.45 WIB, Nazaruddin rampung melakoni pemeriksaan. Dalam keriuhan, terdengar permintaan yang sama dari mulut pengusaha asal Provinsi Riau tersebut. Namun, kali ini permintaannya jelas ditujukan kepada siapa.
"Saya minta Pak SBY tolong jangan diganggu anak istri saya. Saya minta Pak SBY, anak istri saya jangan diganggu," katanya dengan wajah gusar.
Bila sebelumnya ia bersikukuh tidak melakukan tindakan korupsi dalam pembangunan kasus Wisma Atlet, Nazaruddin kini mengakui kesalahannya, pengakuan tak lazim yang keluar dari pesakitan. Bila perlu, katanya, KPK tidak usah melakukan penyidikan lagi. Langsung vonis saja. Nazaruddin juga tidak keberatan bila dijebloskan ke penjara tanpa pengadilan.
Namun, Nazaruddin mengaku lupa terhadap tudingan-tudingannya yang terdahulu, seperti keterlibatan sejumlah elite Demokrat dalam kasus Wisma Atlet. Lalu, praktek permainan uang yang ada di tubuh partai besutan SBY tersebut.
"Saya nggak akan ngomong apa-apa, saya lupa semuanya," kata dia sembari dipapah masuk kembali ke mobil tahanan.
Setelah Nazaruddin berlalu dari KPK, salah satu staf OC Kaligis menunjukkan sepucuk surat Nazaruddin kepada Presiden SBY. Nazaruddin berjanji tidak akan menceritakan apa pun yang dapat merusak citra Partai Demokrat serta KPK demi kelangsungan bangsa hidup bangsa Indonesia.
Nazaruddin juga mengiba-iba kepada SBY agar segera menjatuhkan hukuman kepadanya tanpa melalui proses pengadilan. Nazaruddin pun mengaku rela dihukum bertahun-tahun asalkan SBY memberikan ketenangan batin kepada istri dan anak-anaknya. Sang istri, Neneng Sri Wahyuni, disebutnya cuma seorang ibu rumah tangga yang sama sekali tidak mengetahui apa pun yang berhubungan dengan kepartaian. Neneng kini ditetapkan sebagai tersangka kasus di Kemenakertrans dan keberadaannya masih belum tercium.
Gayung rupanya tidak bersambut. Permintaan itu langsung tidak digubris oleh Istana. Alasannya, urusan Nazaruddin tidak terkait dengan SBY. "Bahwa saya adalah orang yang taat hukum. Saya serahkan semua ke proses hukum," kata SBY seperti ditirukan juru Bicaranya, Julian A Pasha.
Julian mengatakan, SBY selama ini juga tidak pernah mengintervensi kasus Nazaruddin. Ketua Dewan Pembina Demokrat itu justru meminta agar kasus anak buahnya itu bisa segera dituntaskan. SBY juga menegaskan tidak ada tawar menawar dengan Nazaruddin.
"Tidak ada tawar menawar. Presiden kan taat hukum, menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang berlaku," kata Julian.
Ketua Umum DPP Demokrat Anas Urbaningrum, yang selama ini jadi target serangan Nazaruddin memandang negosiasi koleganya itu hanya akal-akalan saja. Anas justru menekankan tidak ada hal yang perlu ditutup-tutupi dari skandal Wisma Atlet. Sekaranglah saatnya Nazaruddin membuka semua bukti dan fakta kalau memang ada.
"Justru ini kesempatannya untuk buka-bukaan," tantang Anas saat dihubungi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar