Kebanyakan orang akan lebih sulit berhenti makan makanan yang manis dan asin yang kerap bikin ketagihan. Kenapa makanan yang manis dan asin bisa bikin orang kecanduan?
Makanan tertentu yang mengandung gula, garam dan lemak memang diformulasikan secara khusus untuk menarik konsumen dan memicu terjadinya makan berlebih serta kecenderungan untuk kecanduan. Hal ini karena makanan tersebut mengaktifkan bagian otak yang memperkuat perilaku adiktif.
Dr David Kessler, mantan komisaris Food and Drug Administration (FDA) menyebut makanan tersebut dengan 'hyperpalatable' yang merangsang seseorang untuk makan lebih banyak bahkan saat ia tidak merasa lapar.
"Makanan yang manis, asin dan berlemak merangsang otak untuk melepaskan dopamin yaitu suatu neurotransmitter yang berkaitan dengan pusat kesenangan," ujar Dr Kessler, seperti dikutip dari NYTimes, Senin (4/7/2011).
Dr Kessler menuturkan dalam prosesnya makanan ini akan terus merangsang otak sehingga dopamin akan menyala dan membuat seseorang terus memikirkan makanan tersebut yang akan memicu terjadinya ketagihan terhadap makanan tersebut.
Selain itu indera pengecap manusia memang mendambakan makanan yang manis dan asin dari waktu ke waktu, sehingga lebih banyak gula dan garam yang dimakan, maka keinginan untuk terus makan juga semakin kuat. Kondisi ini seperti halnya seseorang yang kecanduan nikotin dalam rokok.
Studi dari Princeton dan University of Minnesota membuktikan ketika mengonsumsi gula maka bagian otak yang diaktifkan sama seperti seorang pecandu narkoba menginginkan heroin.
Tubuh akan belajar untuk menginginkan dan membutuhkan lebih banyak zat yang membuatnya merasa lebih baik. Ini membuktikan bahwa kecanduan gula sama kuatnya dengan narkoba.
Jika rasa ketagihan ini terus menerus muncul maka bisa memicu terjadinya obesitas, diabetes dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Penyakit-penyakit tersebut diketahui bisa menimbulkan berbagai macam komplikasi.
Untuk itu masyarakat diharapkan mulai mengurangi asupan gula dan garam secara bertahap, misalnya dengan menghindari makan di depan televisi yang membuat seseorang menjadi overeating dan mengurangi stres.
Makanan tertentu yang mengandung gula, garam dan lemak memang diformulasikan secara khusus untuk menarik konsumen dan memicu terjadinya makan berlebih serta kecenderungan untuk kecanduan. Hal ini karena makanan tersebut mengaktifkan bagian otak yang memperkuat perilaku adiktif.
Dr David Kessler, mantan komisaris Food and Drug Administration (FDA) menyebut makanan tersebut dengan 'hyperpalatable' yang merangsang seseorang untuk makan lebih banyak bahkan saat ia tidak merasa lapar.
"Makanan yang manis, asin dan berlemak merangsang otak untuk melepaskan dopamin yaitu suatu neurotransmitter yang berkaitan dengan pusat kesenangan," ujar Dr Kessler, seperti dikutip dari NYTimes, Senin (4/7/2011).
Dr Kessler menuturkan dalam prosesnya makanan ini akan terus merangsang otak sehingga dopamin akan menyala dan membuat seseorang terus memikirkan makanan tersebut yang akan memicu terjadinya ketagihan terhadap makanan tersebut.
Selain itu indera pengecap manusia memang mendambakan makanan yang manis dan asin dari waktu ke waktu, sehingga lebih banyak gula dan garam yang dimakan, maka keinginan untuk terus makan juga semakin kuat. Kondisi ini seperti halnya seseorang yang kecanduan nikotin dalam rokok.
Studi dari Princeton dan University of Minnesota membuktikan ketika mengonsumsi gula maka bagian otak yang diaktifkan sama seperti seorang pecandu narkoba menginginkan heroin.
Tubuh akan belajar untuk menginginkan dan membutuhkan lebih banyak zat yang membuatnya merasa lebih baik. Ini membuktikan bahwa kecanduan gula sama kuatnya dengan narkoba.
Jika rasa ketagihan ini terus menerus muncul maka bisa memicu terjadinya obesitas, diabetes dan tekanan darah tinggi (hipertensi). Penyakit-penyakit tersebut diketahui bisa menimbulkan berbagai macam komplikasi.
Untuk itu masyarakat diharapkan mulai mengurangi asupan gula dan garam secara bertahap, misalnya dengan menghindari makan di depan televisi yang membuat seseorang menjadi overeating dan mengurangi stres.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar