Kunci Perdamaian Adalah Hilangkan Prasangka Dan Bangun Kebersamaan

onflik antara umat Kristiani dan Islam di Indonesia dapat dihilangkan jika prasangka umat Kristiani terhadap umat Islam untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dengan dukungan kelompok garis keras, dan sebaliknya prasangka umat Islam mengenai kristenisasi di Indonesia dengan bantuan negara-negara Barat juga dihilangkan.

Hal itu disampaikan Pdt. Margaretha M. Hendricks-Ririmasse dalam Seminar Internasional Mengenai Kebebasan Beragama: Hak-hak Asasi Manusia, Inklusi Sosial dan Partisipasi Politik, Kasus Komunitas Kristen, di Florense, Italia (13-14/6/2011).

Seminar yang dilaksanakan dalam kerangka UN Alliance of Civilization itu, sebagaimana keterangan Konselor Pensosbud KBRI Roma Musurifun Lajawa .dihadiri sekitar 50 ahli dari dunia akademisi, LSM dan organisasi internasional, termasuk wakil-wakil dari Liga Arab dan OKI.

Pdt. Margaretha meminta semua pihak untuk menghindari generalisasi terhadap sikap sebagian kecil masyarakat Islam Indonesia yang tidak toleran atau “fundamentalis”.

"Sebab sebagian besar umat Islam Indonesia bersikap moderat dan bahkan liberal, yang bersama-sama membangun rasa saling percaya dan kerjasama dalam menciptakan perdamaian di bumi Indonesia," ujar Pdt. Margaretha, kelahiran Haruku, Ambon.

Pemegang gelar Doktor Teologi dari Sekolah Tinggi Teologi Asia Tenggara di Jakarta itu juga menekankan perlunya umat Kristen merasa senang melihat penganut Islam menjadi Islam lebih baik, dan sebaliknya umat Islam pun merasa senang melihat saudaranya Kristiani menjadi Kristen lebih baik.

Kalau sikap saling mengharagai ini dapat dipupuk dan dikembangkan, maka diharapkan tidak akan ada lagi sikap persaingan dengan melakukan da’wah secara gresif.

"Apalagi sampai mendorong semangat pindah agama (conversion), yang memberikan kesan adanya superioritas suatu agama atas agama lainnya," tandas Pdt. Margaretha.

Oleh karena itu, lanjut pendeta yang akrab disapa Pdt Etha ini, umat Islam dan Kristen, sebagai agama besar sudah selayaknya bersikap sebagai sesama peziarah (fellow pilgrims) dalam mencapai tujuan bersama untuk perdamaian di dunia dan keselamatan di akhirat.

Menurut Pdt. Margaretha, untuk mencapai saling pengertian dalam kehidupan beragama, khusus pengalaman di Ambon telah diadakan studi bersama dalam bidang teologi di kalangan perguruan tinggi, Kristen dan Islam, yang sejauh ini telah menunjukan hasil menggembirakan.

Di Ambon, kaum wanita juga aktif mengambil bagian dalam upaya perdamaian. Ketika laki-laki terlibat konflik, wanita yang banyak mengandalkan suara hati, duduk bersama mencari titik temu dan konsiliasi.

"Selain itu, wanita juga memainkan peranan penting dalam mendorong kalangan remaja Kristiani dan Islam untuk menjadi duta perdamaian di masa depan," demikian Pdt. Margaretha.

Tidak ada komentar: